
Anarkis dan anarkisme memiliki kata dasar anarki. Ia merupakan serapan berbahasa Inggris dari kata anarchy, ataupun serapan dari bahasa Belanda, Jerman serta Prancis dari kata anarchie, dimana keseluruhannya memiliki akar kata dari bahasa Yunani brupa kata ‘anarchos’ ataupun kata “anarchein.”
Secara etimologi kata anarki, anarchy, anarchie, anarchos, dan anarchein merupakan kata bentukan dari ‘an’ dan “archos.” Serupa dengan istilah ‘un’ pada bahasa Inggris, ‘an’
memiliki definisi tidak, tanpa, ataupun nihil. Sedangkan archos atau
archein adalah kata yang memiliki arti pemerintah ataupun kekuasaan.
Anarchos dan anarchein bisa disama-artikan dengan “tanpa pemerintahan”. Nah ‘anarkis’ sendiri adalah orang/manusia yang memercayai adanya anarki, sementara ‘isme’ berarti ajaran, ideologi, ataupun paham tentang anarki.
Jadi merunut pemaparan diatas, anarkisme
adalah satu paham yang memercayai bahwa segala bentuk negara serta
pemerintahan (dengan kekuasaannya) merupakan lembaga yang
menumbuhkembangkan penindasan terhadap kehidupan. Sehubungan dengan hal
tersebut, paham anarki menyatakan bahwa negara, pemerintahan, beserta
para perangkatnya haruslah dihapuskan.
Pada akhir abad 17 seorang tokoh bernama William Godwin
(1756 – 1836) menemukan alasan timbulnya penyakit sosial justru ada
pada keberadaan negara dengan pemerintahannya. Bahwa keberadaan negara
tak lebih hanya sebatas karikatur masyarakat. Sementara keadilan dan
kesetaraan akan susah diterapkan oleh negara dengan pemerintahannya,
karena dengan bentuk otoritasnya, negara hanya akan mempromosikan
ketidaksetaraan dan juga ketidakadilan. Pemerintah, ataupun segala
bentuk otoritas itu jauh dari kepemilikan hak atas individu.
Selanjutnya Godwin mendapat sambutan dari Pierre-Joseph Proudhon
(1809 – 1865) yang meneruskan idenya. Hanya saja agak lain, jika Godwin
lebih mengarah pada anarkis-komunis, maka Proudhon bukanlah seorang
komunis. Proudhon sangat melawan hak eksploitasi para penguasa -baik
negara maupun kaum kapitalis- atas hak milik tiap individu, namun akan
mengakui hak milik itu asalkan untuk berproduksi, dimana hasil produksi
itu akan dipakai oleh kelompok-kelompok industri yang terikat antara
satu dengan lainnya dalam kontrak yang bebas, dengan catatan tak
digunakan untuk mengeksploitasi manusia lain, namun sebaliknya, setiap
individu bisa menikmati seluruh hasil kerjanya. Pada kondisi ini maka
kemampuan kapitalis untuk menjalankan riba secara otomatis menjadi
sirna. Atau sekiranya kapital itu masih tersedia pada setiap orang, maka
kapital tersebut fungsinya bukan lagi menjadi sebuah instrumen yang
bisa dipakai untuk mengeksploitasi, melainkan sebagai instrumen untuk
berbagi.
Serupa dengan William Godwin dan Pierre-Joseph Proudhon, ada pula pernyataan lain yang datang dari Errico Malatesta;
Penghapusan eksploitasi dan penindasan manusia hanya bisa dilakukan lewat penghapusan dari kapitalisme yang rakus dan pemerintahan yang menindas. – Errico Malatesta (Roma, 1853 – 1932).
Pada pernyataan tokoh-tokoh diatas ada
yang butuh dipahami bahwa ideologi anarkisme membenarkan tentang “tiada
pemimpin” ataupun ‘tanpa pemerintahan’. Sama sekali tak menyatakan
“tanpa aturan.” Artinya dalam anarki tetap ada perwujudan keteraturan
secara sukarela dari masing-masing individu. Ialah keteraturan sejati.
Dalam anarki tetap ada keteraturan, sama sekali bukan anti-aturan.
Anarkisme adalah sebuah sistem sosialis tanpa pemerintahan. Yaitu dimulai antar-manusia dan akan mempertahankan vitalitas dan kreativitasnya selama hal itu merupakan pergerakan dari manusia itu sendiri. – Peter Kropotkin (Russian, 1842 – 1921)
Dalam anarki, ketiadaan pemerintahan
menjadi format yang dipertahankan dan diterapkan pada sistem sosial,
dengan tujuan menghindari hirarki serta menciptakan kebebasan secara
individu, yang selanjutnya mampu merawat kebersamaan pada sisi sosial.
Hal ini sebagaimana bisa dipahami dari penuturan Mikhail Bakunin yang juga ditasbihkan sebagai sosok penggerak anarkisme modern.
Kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan, sedangkan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan – Mikhail Bakunin (1814 – 1876)
Pemutarbalikan Arti Anarki(s)me!
Kata anarki, anarkis, pun anarkisme
kerap terdengar dalam konteks dan pemahaman yang salah. Saking biasa,
dan masih sedikit orang yang bersedia mengoreksinya, maka kata anarkis
menjadi salah-kaprah. Dewasa ini tindakan anarkis lebih memiliki arti
sebagai tindakan kekacauan ataupun perbuatan pengrusakan. Anarkis lebih
mengarah pada perbuatan kekerasan. Padahal arti sebenarnya tak seperti
itu. Karena tindakan perusakan, mengacau, ataupun kekerasan terhadap pihak lain akan lebih tepat diistilahkan dengan tindakan brutalisme ataupun vandalisme.
Sebaliknya, anarkisme jelas bukanlah brutalisme, apalagi vandalisme. Anarkis lebih merupakan perbuatan kesetaraan, anti-brutality, dan non-violence.
Bagaimana anarkisme disalahpahami?
Awal penyalah-artian ini ditengarai
karena adanya penggiringan opini oleh para kaum kapitalis dan juga pihak
penguasa. Yaitu berawal dari pernyataan salah satu tokoh anarkisme
bernama Durruti;
‘Terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui selongsong senapan’ – Buenaventura Durruti Dumange (Spanyol, 1896 – 1936)
Sesungguhnya ada yang butuh kita pahami,
bahwa Durruti membuat pernyataan yang mengarah pada jalan kekerasan itu
hanya ditujukan terhadap negara serta kaum kapitalis. Namun bagai
senjata makan tuan, kenyataannya hal itu justru dijadikan bahan
pemutarbalikan fakta oleh kalangan penguasa dan juga kaum kapitalis yang
tentu saja lebih mampu memengaruhi masa bermodalkan kuasa pun hartanya.
Tak pelak terjadilah penggiringan opini dari pemutarbalikan arti bahasa.
Kata anarkis lebih berhasil diopinikan oleh para penguasa dan kaum
kapitalis sebagai “anti pemerintahan” yang lalu disambung dengan kalimat
perlawanan sebagaimana disebutkan oleh Durutti. Bahwa esensi Durutti
berjuang dengan jalan kekerasan, perusakan, dan pembunuhan, itu semua
yang ditonjolkan. Dan celakanya awam saat ini lebih memercayai hal itu.
Lebih telak lagi, isu anti kekerasan
juga dimanfaatkan oleh para penguasa guna membatasi gerak para aktivis
agar tak merusak hak milik mereka. Dimanfaatkan untuk menyerang balik
atas nama menjaga stabilitas. Padahal itu semua hanya digunakan demi
memberi jarak aman antara penguasa dan yang dikuasai.
Pada pemutarbalikan arti anarki ini,
faktanya rakyat awam telah menjadi tertutup matanya. Awam telah luput
dari pemahaman utuh. Bahwa tindak kekerasan – ataupun penghujatan – yang
dilakukan oleh Durruti hanyalah ditujukan kepada pihak yang lebih
berkuasa sebagai sikap perlawanan atau setidaknya upaya pembelaan.
Sementara di sisi lain ada yang juga kudu disadari, bahwa kekerasan dan
pelecehan penguasa kepada kaum lemah hanyalah sebentuk sikap fasis.
Ironis memang, tapi inilah salah satu bukti keberhasilan penguasa atas
kendali pada yang dikuasainya.
Apa yang dipaparkan Durruti itu memang
bukanlah satu hal yang diharamkan oleh para penganut anarkisme. Namun
bukan pula hal yang butuh di-excluive-kan. Karena titik bidik
anarki ada pada ‘anti pemerintahan’ serta ‘keteraturan sejati.’
Sehubungan dengan hal itu pada kurun waktu yang tak berjauhan Alexander
Berkman juga lebih mengedepankan pada tujuan utamanya.
Anarkisme bukan bom ataupun kekacauan. Bukan perampokan serta pembunuhan. Bukan juga sebuah perang dan perusakan di antara yang sedikit melawan semua. Bukan berarti kembali pada kehidupan barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia.Anarkisme adalah kebalikan dari itu semua. Anarkisme berarti bahwa Anda harus bebas. Bahwa tidak ada seorangpun boleh memperbudak anda, menjadi majikan anda, merampok anda, ataupun memaksa anda. Itu berarti bahwa anda harus bebas untuk melakukan apa yang anda mau, memiliki kesempatan untuk memilih jenis kehidupan yang anda inginkan serta (hidup) berada didalamnya tanpa ada yang mengganggu dan diganggu. Memiliki persamaan hak, hidup dalam perdamaian serta harmoni seperti saudara. Menikmati kesempatan hidup bersama-sama dalam kesetaraan. – Alexander Berkman (1870 – 1936)
Anarki, Anarkis & Anarkisme di Nusantara
Di Indonesia ada tak sedikit sambutan
paham anarkisme. Hal ini bisa jadi lantaran paham ini banyak kesamaan
dengan filosofi pun tradisi Nusantara. Lihat saja mengenai tradisi
gotongroyong, lampah saiyeg sekapraya, pun tradisi kebersamaan dalam kesetaraan di beberapa daerah yang telah lama ada di peradaban Nusantara ini.
Ada implementasi anarkisme pada ajaran yang dipelopori oleh Samin Surosentiko
(1859 -1914), salah satunya adalah sebentuk perlawanan ‘disobey’ alias
pembangkangan terhadap pemerintahan kolonial, yaitu berupa aksi
penolakan membayar pajak oleh Kaum Saminisme.
Ada juga falsafah mulur-mengkeret pun lmu Begja yang diinisiasi oleh Ki Ageng Suryomentaram (20 Mei 1892-18 Maret 1962). Ajaran Ilmu Begja yang sangat populer adalah Aja Dumeh
yang berisi pendidikan moral agar jangan menyombongkan diri, jangan
membusungkan dada, dan jangan mengecilkan orang lain. Seberapapun tinggi
pangkat serta derajatnya, seberapa luas kekuasaannya, pun seberapa
banyak hartanya, manusia itu pada hakikatnya adalah sama dan setara.
Kita memiliki suku Badui, dimana paham
anarki dalam menjauhi teknologi perusak kemanusiaan penolakannya telah
lama mereka praktikkan. Menuju generasi lebih depan, ada istilah ‘Do It
Yourself (DIY),’ yang tanpa disadari hal ini juga merupakan bagian dari
aksi kaum anarki dalam menolak bantuan penguasa ataupun pihak asing. DIY
amatlah sejalan dengan semangat ‘Swadesi’ ataupun ‘Berdiri Di Atas Kaki
Sendiri’ (Berdikari).
Pihak Yang Ditentang Anarkis
Sebagaimana terbaca pada paragraf atas,
awal pemutarbalikan fakta dan penggiringan opini dari makna anarki,
anarkis, pun anarkisme cenderung dilakukan oleh para penguasa ataupun
kaum kapitalis. Karenanya mereka adalah bagian dari pihak yang ditentang
oleh kaum anarkis.
- Kapitalisme. Dalam pandangan kaum anarkis, biang diskriminasi ekonomi selalu berujung pada privilese lapisan atas. Oleh karenanya, sebagai bagian lingkaran masyarakat bawah, kaum anarkis lebih yakin bisa melakukan banyak hal secara independen.
- Feodalisme. Pengendalian berbagai wilayah yang diklaim oleh kaum feodal bukan merupakan bagian dari kesetaraan, kebersamaan, pun keadilan.
- Rasisme. Kaum anarkis menandaskan semua bangsa, ras, agama, dan golongan adalah sederajat.
- Sexisme. Kaum anarkis menganggap semua jenis seks memiliki hak yang sama atas apapun, baik itu pria, wanita, dan bahkan juga di luar dua jenis kelamin tersebut.
- Fasisme atau supranasionalis. Kaum anarkis beranggapan tak ada bangsa yang melebihi bangsa lain. Semua setaraf dalam perbedaannya.
- Xenophobia, yaitu ketakutan dan kebencian apriori pada hal baru atau asing. Kaum anarkis menentangnya sebab xenophobia bisa berkembang jadi fasisme, yaitu menganggap buruk hal yang datang dari pihak luar yang sejatinya tak(belum) dikenalnya.
- Perusak lingkungan, perusak habitat, dan segala bentuk perusakan dan atau tindakan kekerasan terhadap semua makhluk hidup. Maka kaum anarkis menentang segala bentuk percobaan dengan hewan.. lantaran itu merupakan tindak kesewenang-wenangan terhadap kehidupan. Padahal, kehidupan tak bisa diciptakan manusia, harus dihargai. Maka banyak kaum anarkis yang hidup vegetarian.
- Melawan perang dan 1.001 sumber, alat dan perkakasnya, misalnya militerisme. Bagi kaum anarkis, segala bentuk kekerasan atau penghancuran kehidupan adalah nista. Perang adalah sesuatu hal yang sangat tidak berguna bagi dunia dan penghuninya. Maka segala sumbernya harus segera dihapuskan. Pada kondisi ini jelaslah anarkisme juga sejalan dengan ahimsa.
Tokoh-tokoh Anarkisme
William Godwin (1756-1836), Max Stirner
(1806-1856), Pierre-Joseph Proudhon (1809-1865), Mikhail Bakunin
(1814-1876), Leo Tolstoy (1828-1910), Prince Peter Kropotkin
(1842-1921), Errico Malatesta (1853-1932), Emma Goldman (1869-1940),
Alexander Berkman (1870-1936), Rudolf Rocker (1873-1958), Buenaventura
Durruti Dumange (1896-1936), Avram Noam Chomsky (lahir pada 7 Desember
1928), Peter Lamborn Wilson atau dikenal pula dengan nama Hakim Bey (lahir tahun 1945). [uth]
Sumber Rujukan:
Anarkis; id.wikipedia.org, Diakses pada 10 Agustus 2014
Anarkisme, wikipedia.org, Diakses pada 10 Agustus 2014
Geger Samin; blorakab.go.id, Diakses pada 10 Agustus 2014
Salah kaprah; anarkis.org Diakses pada 10 Agustus 2014
Anarkis; id.wikipedia.org, Diakses pada 10 Agustus 2014
Anarkisme, wikipedia.org, Diakses pada 10 Agustus 2014
Geger Samin; blorakab.go.id, Diakses pada 10 Agustus 2014
Salah kaprah; anarkis.org Diakses pada 10 Agustus 2014
Berbagi dan Diskusi